Kesepakatan Kelas sebagai Langkah Awal Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid

 Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif  di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang baik.


Untuk mempelajari lebih mendalam mengenai kesepakatan kelas, mari kita renungkan dua pertanyaan berikut ini: Apakah selama ini kita sudah menerapkan pemberian kesepakatan kelas di sekolah Anda? Siapa saja yang turut berperan dalam menentukan kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.

Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Murid dapat mengalami kesulitan dalam mengingat banyak informasi, jadi susunlah 4 – 8 aturan untuk setiap kelas. Jika berlebihan, murid akan merasa kesulitan dan tidak mendapatkan makna dari kesepakatan kelas tersebut. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka. 

Kesepakatan yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Oleh karena itu, dalam kesepakatan kelas gunakan kalimat positif seperti, “Saling menghormati” ,“Berjalan jika berada di lorong kelas”. Kalimat positif lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif yang mengandung kata seperti, “dilarang” atau “tidak”. Kesepakatan perlu dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala, seperti setiap awal semester. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan dapat ditulis, digambar, atau disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan disadari oleh murid. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid. Hal ini menjadi strategi yang baik untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.

Pentingnya Kesepakatan Kelas Dalam Rangka Pembentukan Budaya Positif Warga Sekolah

Pelaksanaan kurikulum Merdeka tentu saja tidak akan terlepas dari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai pelopor pendidikan di Indonesia. Beliau adalah tokoh Pendidikan yang pemikiran-pemikirannya tak lekang oleh perkembangan sistem Pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun.

“Pendidikan adalah usaha sadar dalam menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20).

Berkaitan dengan kutipan di atas, sebagai seorang pendidik tentunya ingin membuat suasana kelas yang kondusif dan suasana belajar yang membuat siswa dan guru “berbahagia”. Namun pada kenyataannya akan banyak tantangan yang dihadapi guru di kelas.

Setiap anak diciptakan dengan keunikannya tersendiri. Tantangan dalam mengelola kelas akan selalu ada dan muncul setiap saat. Selain mengurus berbagai macam administrasi mengajar, menyiapkan kegiatan proses mengajar, hingga evaluasi mengajar, kita juga harus bisa mengatur perilaku siswa di dalam kelas.

Sebagai seorang guru, tentu saja kita ingin memberikan pelayanan terbaik bagi siswa kita. Hal tersebut tentu akan bisa dicapai dengan adanya pembelajaran yang terdeferensiasi, yang berlangsung secara holistic dan bisa mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa dan kebutuhan siswa. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam proses belajar mengajar dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka ini adalah adanya prosedur atau aturan yang dapat berjalan menjadi sebuah rutinitas sehingga membentuk budaya positif siswa dan guru.

Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan di bentuknya kesepakatan kelas supaya pembelajaran bisa berjalan lancar dan terkendali. Kesepakatan kelas merupakan Langkah awal penerapan budaya positif di sekolah. Dalam pelaksanaannya, kesepakatan kelas harus melibatkan siswa, guru, orang tua siswa dan kepala sekolah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pembuatan kesepakatan kelas antara lain:

  1. Mengadakan sesi tanya jawab terhadap siswa mengenai kesepakatan apa yang akan di laksanakan di kelas.
  2. Membagikan kertas lipat dan masing-masing siswa menuliskan satu persatu peraturan yang akan disepakati semua siswa di kelas.
  3. Mengumpulkan kertas dan membacakan satu-persatu aturan yang diusulkan siswa serta mendiskusikannya untuk memilah mana hal yang disepakati dan tidak disepakati.
  4. Guru menambahkan hal-hal yang mungkin belum terakomodasi dalam kesepakatan.
  5. Mendiskusikan konsekuensi dari pelanggaran kesepakatan yang telah disetujui dengan menjelaskan alasan-alasan diterapkannya konsekuensi.
  6. Menempelkan kertas lipat yang telah ditulis pada kertas karton kemudian ditempel pada dinding atau bisa juga di tulis ulang  di beri hiasan dan di tempel di dinding kelas yang mudah terlihat.
  7. Selanjutnya salinan akan diketik untuk digandakan dan dibagikan kepada orangtua siswa untuk ditanda tangani dan diketahui.

Kesepakatan kelas tentu saja diharapkan mampu membawa perubahan lebih baik dalam rangka membangun budaya positif di lingkungan sekolah.

Kesepakatan Kelas Cerminan Kelas Impian

Dalam mewujudkan visi misi sekolah yang berpihak pada murid, perlu adanya kerjasama antara semua warga sekolah untuk memelihara budaya positif di sekolah. Budaya positif seringkali diabaikan dan tidak terpelihara dengan baik, padahal jika diterapkan dengan konsisten dan penuh rasa tanggung jawab maka akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan di Indonesia .

Salah satu hal yang dapat mewujudkan budaya positif di kelas adalah membuat kesepakatan kelas bersama antara murid dan guru. Kesepakatan kelas bertujuan untuk membangun komunikasi yang baik dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas, selain itu hal ini juga dapat membantu dalam proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Seringkali ketika seorang murid melanggar suatu aturan karena tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Hal ini terjadi karena komunikasi antara guru dan murid yang kurang efektif.  Dalam membuat kesepakatan kelas, dibutuhkan keterlibatan antara guru dan murid untuk saling menyepakati bagaimana kondisi kelas yang kondusif.

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kesepakatan kelas. Yang pertama adalah kesepakatan kelas yang berisi beberapa aturan yang telah disepakati murid dan guru yang tidak hanya berisi harapan murid tetapi juga harapan guru. Kedua, kesepakatan kelas disusun dan dikembangkan murid bersama guru yang akan dievaluasi dikemudian sesuai kesepakatan jika terdapat hal-hal yang dianggap penting. Dalam membuat kesepakatan kelas perlu mempertimbangkan informasi-informasi yang penting saja agar mudah diingat oleh murid, cukup 4 – 8 aturan saja sesuai dengan jenjang murid. Selanjutnya, kesepakatan yang disusun harus menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami dan disadari oleh murid.

Ada beberapa langkah dalam membuat kesepakatan kelas dalam membentuk disiplin positif murid di kelas. Sebagai langkah awal, guru mempersiapkan alat dan bahan untuk membuat kesepakatan kelas. Selanjutnya, guru meminta kesediaan murid pada hari tertentu yang ditentukan bersama untuk membuat kesepakatan kelas. Di hari yang disepakati bersama, guru memulai dengan memberikan pemahaman tentang kesepakatan yang berbeda dengan aturan yang biasanya dibuat oleh guru tanpa mempertimbangkan pendapat dan keinginan murid. Setelah memahami konsep dan tujuan dari pembuatan kesepakatan kelas, guru selanjutnya memberikan satu contoh kesepakatan yaitu “Bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan kelas”. Pada awalnya, murid kelihatan bingung tentang kelas impian atau kelas yang mereka harapkan. Mereka cenderung mengarah kepada hal-hal yang menyangkut sarana dan prasarana seperti ketersediaan penyejuk ruangan di kelas yang dapat membuat mereka lebih nyaman belajar. Maka dari itu, guru menjelaskan lebih lanjut tentang kesepakatan yang tidak terkait dengan sarana dan prasarana. Setelah mendapatkan penjelasan lebih lanjut, murid bersama dengan guru akhirnya merumuskan empat kesepakatan kelas yang mereka anggap penting untuk kondisi mereka saat ini yaitu menjaga kebersihan kelas bersama, menjaga ketertiban di kelas, saling menghargai sesama teman, dan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Setelah selesai merumuskan kesepakatan dan menempelkannya di kertas berwarna. Selanjutnya guru dan murid masing-masing bertandatangan sebagai bentuk persetujuan atas kesepakatan yang telah dibuat bersama dan bersedia untuk menjalankannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Pada saat membuat kesepakatan kelas, murid tampak sangat antusias karena dilibatkan dalam menyepakati perwujudan kelas yang aman, nyaman dan kondusif  yang biasanya hanya dibuat sepihak oleh guru untuk wajib dilaksanakan oleh murid. Untuk langkah selanjutnya, guru akan tetap mengingatkan murid akan kesepakatan yang telah dibuat, hal ini diharapankan agar murid dapat menjalankan kesepakatan secara konsisten terkait hal-hal yang telah disepakati dan merefleksikan dengan penuh keterbukaan.  Adapun dampak positif yang dirasakan oleh guru selama penerapan kesepakatan kelas ini adalah kemudahan dalam mengontrol murid dikelas, guru hanya mengingatkan pada poin-poin tertentu ketika terjadi pelanggaran dikelas dan murid pun dengan mudah memahami dan menyadari sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih nyaman dan aman dibandingkan sebelum adanya kesepakatan kelas sehingga proses pembentukan disiplin positif dikelas dapat lebih mudah dilakukan.

Membuat kesepakatan tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan terlebih dengan kondisi murid yang memiliki karakter berbeda-beda beserta sifatnya masing-masing. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi kita sebagai seorang pendidik dalam membentuk karakter siswa melalui disiplin positif dalam mewujudkan merdeka belajar. Untuknya itu, refleksi serta diskusi yang terbuka bersama rekan sejawat serta pihak-pihak lain sangat diperlukan untuk menyusun strategi yang optimal.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel